Puluhan Dosen PTIIK Pelajari HypnoTeaching
Sekitar lima puluh dosen Program Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer (PTIIK) Universitas Brawijaya bersama-sama mengikuti Workshop Peningkatan Kemampuan Dosen untuk Memotivasi Semangat Belajar Mahasiswa melalui Pelatihan Motivasi dan HypnoTeaching pada Selasa (12/8). Bertempat di Ruang E2.2 PTIIK, hadir sebagai pemateri Abdul Aziez, S.Psi, MCH, CMT.NLP, C.NLC, C.Ht, master trainer hypnoteaching.
Pada awal sesi Aziez menjelaskan bahwa hypnoteaching merupakan metode pembelajaran yang mengoptimalkan seni berkomunikasi dengan pikiran bawah sadar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Diungkapkan bahwa pikiran sadar (concious mind) merupakan nalar kritis dan bagian logis yang menempati 12% dari pikiran manusia. Sementara pikiran bawah sadar (unconscious mind) yang menempati 88% dari pikiran manusia merupakan gudang memori yang berisi kebiasaan baik dan buruk, emosi, intuisi, kepribadian, kreativitas, kepercayaan dan nilai-nilai masyarakat yang dianut. Oleh karena itu pesan yang disampaikan melalui pikiran bawah sadar akan bertahan lebih lama dalam ingatan bahkan dapat berpengaruh besar terhadap kepribadian atau kebiasaan seseorang.
Aziez mengungkapkan bahwa ada tiga kunci sukses yang perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan hypnoteaching, yaitu; Trust, Timing dan Techniques. Trust (kepercayaan) penting dalam proses pembelajaran karena informasi dapat diterima jika seseorang mempercayai pemberi informasi. Trust dapat dibangun dengan teknik rapport (pendekatan) dengan cara pacing dan leading. Pacing adalah suatu upaya untuk menunjukkan kesamaan pada calon penerima informasi. Sedangkan leading adalah tindakan eksekusi tujuan komunikasi. Kesamaan yang ditekankan dapat berupa kesamaan hobby, sikap atau gerak tubuh, ide dan gaya bicara (termasuk penggunaan istilah yang dipahami kedua belah pihak).
Kebanyakan orang akan merasa nyaman jika berbicara dengan seseorang yang memiliki banyak kesamaan dengan dirinya. Karenanya perlu bagi para pengajar untuk menunjukkan kesamaan tersebut dengan peserta didiknya agar dapat terbangun suatu kenyamanan belajar, jelas Aziez.
Membahas mengenai timing, kunci sukses penerapan hypnoteaching yang kedua, Aziez mengungkapkan bahwa penyampaian informasi juga perlu memperhatikan kondisi penerima. Berdasarkan hasil penelitian atas gelombang otak manusia, diketahui bahwa informasi dapat terserap maksimal jika frekuensi gelombang otak seseorang tidak terlalu tinggi. Dapat disebut juga saat seseorang berada dalam keadaan rileks dan tidak tertekan atau tegang. Karenanya, timing juga dapat diciptakan dengan cara membuat penerima informasi merasa rileks. Berbagai cara yang dapat dicoba untuk menciptakan timing adalah dengan memberikan cerita/metafora/ perumpamaan, teka-teki ringan, game, menampilkan video clip, atau melontarkan candaan ringan.
Sementara kunci sukses terakhir pengimplementasian hypnoteaching, techniques terdiri atas tiga cara; verbal, vocal dan visual. Dari penelitian Albert Mehrabian, seorang Profesor Emeritus dalam bidang psikologi dari University of California, Los Angeles diketahui bahwa dalam berkomunikasi ada tiga hal yang mempengaruhi respon penerima informasi, yaitu kata-kata (verbal), intonasi (vocal) pada kata-kata yang diucapkan dan sikap tubuh (visual). Kata-kata memiliki pengaruh 7%, sementara vocal/ intonasi berpengaruh 38% dan sikap tubuh (visual) memiliki pengaruh terbesar 55%. Hal ini dapat dibuktikan dengan contoh kasus komuniksi sebagai berikut;
Verbal/ kata-kata : Saya tidak marah.
Vocal/Intonasi : Tinggi
Visual/Sikap tubuh : Menghindar, membuang muka dan wajah cemberut
Dari contoh kasus di atas maka penerima pesan tentunya akan tetap menganggap bahwa pemberi pesan sedang marah, meskipun secara verbal berkata bahwa dirinya tidak marah. Hal tersebut menunjukkan bahwa intonasi dan sikap tubuh memiliki pengaruh besar terhadap penyampaian informasi. Oleh karena itu, disarankan kepada para pengajar untuk sebisa mungkin menyampaikan informasi atau materi pelajaran dengan cara visual seperti memberikan contoh gambar atau praktek nyata. Penyampaian informasi dengan cara tersebut akan lebih mudah diterima dan dipahami daripada informasi dalam bentuk verbal yang susah untuk dibayangkan visualisasinya. [dna]