Uji Lapang Alat TEWS Si Pendeteksi Tsunami asal UB

Uji Lapang Alat TEWS Si Pendeteksi Tsunami asal UB

Minimnya waktu evakuasi dan teknologi penduduk pesisir pantai dalam menyelamatkan diri dari ancaman tsunami menjadi pendorong Tim Peneliti Tsunami UB menciptakan Tsunami  Early Warning System (TEWS). Tim ini sendiri beranggotakan Arief Andy  Subroto, ST., Mkom dosen PTIIK, Dr. Sunaryo, S.Si., M.Si dosen FMIPA , Dr. Ery Suhartanto, ST., MT dosen Teknik Pengairan UB dibantu oleh 4 asisten yang berasal dari civitas akademisi dan Mahasiswa UB serta bekerja sama dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Malang.

Meskipun masih prototype tapi alat ini sudah dipatenkan. Pengembangan proyek kelak akan disebar di pantai selatan Jawa Timur. Akan tetapi untuk proses awal digunakan tiga sampel pantai di Kabupaten Malang yaitu pantai Ngliyep (Zonasi Pantai Barat), pantai Tamban (Zonasi Pantai Tengah), dan Pantai Licin (Zonasi Pantai Timur). Dipilihnya ketiga daerah tersebut karena pertimbangan Infrastruktur lokasi, keberadaan listrik dan terjangkaunya sinyal telekomunikasi.

TEWS  dibagi menjadi dua alat yaitu stasiun pantau yang berfungsi menangkap sinyal jika ditemukan data getaran minimal  6 SR dan penurunan tinggi air laut secara tajam setinggi 2 m dalam tempo yang singkat. Alat ini dilengkapi oleh sensor ketinggian air laut dan sensor getaran. Sedangkan Stasiun Alarm berfungsi sebagai penerima sinyal  maksimal sejauh 9 km bila tidak ada halangan dari stasiun pantau dan akan mengaktifkan lampu rotari, sirine serta memberikan SMS kepada server, BPBD, dan perwakilan warga setempat akan peringatan tanda bahaya tsunami.

Pada uji lapang di pantai Tamban kelurahan Tambakrejo Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kab. Malang (5/4), Stasiun Pantau diletakkan sejauh sekitar 500 m dari pemukiman warga dan stasiun alarm diletakan di gardu warga. Setelah alat sudah siap, tim mencoba mengirimkan sinyal akan surutnya air laut  dan getaran yang direkayasa melalui Radio Frequency. Hasilnya stasiun alarm menerima sinyal sehingga sirine dan lampu rotari bekerja meskipun suara sirine kurang maksimal akibat reduksi suara gelombang ombak dan angin. Serta sinyal dari stasiun pantau mengirimkan pesan kepada ponsel tim peneliti. Dengan demikian warga mempunyai durasi 15 menit untuk menyelamatkan diri, karena TEWS aktif pada menit pertama dari 15 menit gejala tsunami yang dideteksi alat ini. [dimas/dna]

Sumber: Prasetya Online