Cetak Sertifikat Vaksinasi, Amankah?

Cetak Sertifikat Vaksinasi, Amankah?

Selasa (31/8/2021), salah satu dosen Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya, Yusi Tyroni Mursityo, S.Kom., M.S., M.AB. diundang dalam memberikan materi pada acara Kentongan yaitu program bincang Bersama Radio Republik Indonesia (RRI). Acara ini juga disiarkan secara live di kanal Youtube RRI Malang Pro 1. Materi yang dibahas dalam bincang ini yaitu mengenai keamanan data pribadi setelah mencetak sertifikat vaksinasi. Selain perwakilan dari FILKOM UB, RRI turut mengundang J.A. Bayu Widjaya, S.Sos., M.Si. selaku Kepala Bidang Statistik dan Persandian Diskominfo Kota Malang. Dipandu oleh Esty Sulistya sebagai MC dan Moderator, acara Kentongan berlangsung sekitar 40 menit.

Sudah menjadi hal yang umum, trend untuk mencetak sertifikat vaksinasi seukuran KTP atau ATM demi keperluan sehari-hari di era pandemi saat ini. Selain untuk keperluan sehari-hari, trend tersebut dirasa efisien daripada harus membuka ponsel/gadget dan mencari sertifikat secara online. Tapi tunggu dulu, jangan terburu-buru untuk mengikuti trend tersebut, dikarenakan banyak hal merugikan jika kita mencetak sertikat vaksinasi. Hal tersebut yang akan dijelaskan oleh Yusi Tyroni Mursityo, S.Kom., M.S., M.AB. dan J.A. Bayu Widjaya, S.Sos., M.Si.

“Dalam sertifikat vaksinasi terdapat data diri pribadi setiap orang yang sudah di vaksinasi. Dengan mencetak kartu maka akan beresiko dan rentan data pribadi kita akan bocor dan disalahgunakan oleh kepentingan yang tidak bertanggunjawab”, ujar Yusi dalam penjelasannya.

Perlu diketahui, walaupun tidak ada larangan dari pemerintah, Menkominfo sudah menghimbau pada masyarakat agar menghindari pencetakan sertifikat vaksinasi. Selain itu, jangan sekalipun mengupdate sertifikat pada sosial media, karena dalam sertifikat elektronik vaksinasi terdapat nomor NIK, nama, barcode yang isinya tiket vaksinasi dan registrasi jenis vaksin, yang akan dapat disalahgunakan. Walaupun tidak ada larangan untuk mencetak, sertifikat ini sudah menjadi tanggung jawab pribadi masing-masing orang. Dengan data yang ada pada sertifikat vaksinasi yang sudah disalahgunakan, dapat dimanfaatkan untuk pembobolan e-banking, pinjaman online dan tindakan tidak bertanggungjawab lainnya.

Menurut Yusi sendiri, NIK adalah ID kunci atau password dari data pribadi masing-masing orang. Dari NIK tersebut dapat banyak hal diketahui dari seseorang, mulai dari nama lengkap, alamat, akun media sosial, akun perbankan, data kesehatan (KIS/BPJS) bahkan aset-aset yang dimiliki seseorang tersebut. Maka jangan sampai teledor untuk membagikan NIK baik sengaja ataupun tidak sengaja seperti dengan mencetak kartu vaksinasi.

Berbicara mengenai penyimpanan dan kemanan data di Indonesia, Yusi juga berpendapat sistem di Indonesia sudah cukup bagus karena negara memiliki badan usaha yang menjaga keamanan data tersebut. Tetapi, yang menjadi masalah dimana data pribadi dapat terelasi dengan pihak lain, dan disitu muncul resiko data diri akan dicuri. Bukan hanya dari mencetak sertifikat vaksinasi, tetapi dengan banyak cara data diri dapat dicuri atau dibobol seperti bertransaksi dengan menggunakan NIK di KTP, apalagi dalam situasi pandemi saat ini yang segala sesuatunya serba digital. Oleh karena itu, Yusi menghimbau untuk selalu menjaga keamanan bersama, tidak hanya dari keamanan diri tetapi juga keamanan data pribadi.(drn)