Gelar Lokakarya, Jurusan Sistem Informasi Upayakan Peningkatan Standar Evaluasi Pembelajaran

Gelar Lokakarya, Jurusan Sistem Informasi Upayakan Peningkatan Standar Evaluasi Pembelajaran

Jurusan Sistem Informasi, Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya (FILKOM UB) menggelar Lokakarya Evaluasi Pembelajaran dan Pengembangan Butir Tes pada Jumat – Sabtu (31/3/2017 – 1/4/2017). Herman Tolle, Dr. Eng., S.T, M.T selaku Ketua Jurusan Sistem Informasi FILKOM UB mengungkapkan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dosen dan perbaikan standar evaluasi pembelajaran di FILKOM, khususnya Jurusan Sistem Informasi. Hadir sebagai pemateri pada kesempatan tersebut Sekretaris Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Pembelajaran Universitas Negeri Malang (LP3 UM), Dr. Eddy Sutaji, M.Pd.

Pada paparannya Eddy menjelaskan bahwa dalam pembelajaran terdapat tiga hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu (1) tujuan pembelajaran, (2) proses pembelajaran serta (3) assessment /penilaian  dan evaluasi pembelajaran. Tujuan pembelajaran disusun sebagai dasar untuk menentukan metode yang digunakan dalam proses pembelajaran maupun jenis instrumen evaluasi pembelajaran. Sementara itu assessment/penilaian adalah suatu proses untuk mengetahui kemampuan seseorang, terhadap suatu kompetensi, berdasarkan bukti-bukti. Assessment/penilaian dalam pendidikan memiliki peran penting untuk menentukan ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah dirancang. Untuk melakukan penilaian dibutuhkan instrumen penilaian. Adapun dijelaskan oleh Eddy bahwa terdapat beberapa jenis instrumen penelitian meliputi observasi, interview, tes kinerja, tes tertulis, review catatan dan penulisan laporan. Membuat sebuah instrumen penilaian harus memenuhi tiga kriteria, meliputi (1) validitas/ ketepatan alat untuk mengukur suatu hasil pembelajaran, (2) reliabilitas yang menyangkut konsistensi, kestabilan dan kehandalan instrumen serta (3) kepraktisan instrumen dalam kaitannya dengan kemudahan penggunaan instrumen, waktu yang dibutuhkan, kemudahan dalam penskoran dan kemudahan dalam interpretasi data.

“Untuk mengukur kemampuan seseorang tidak bisa hanya diobservasi tapi harus di tes. Membuat soal yang baik untuk tes itu tidak mudah. Soal yang baik harus bisa mengukur kemampuan orang yang dites sekaligus bisa mengukur tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran,” jelas Eddy.

Dalam pembuatan instrumen penilaian terdapat beberapa langkah yang harus diikuti agar dapat menghasilkan soal atau pertanyaan yang baik dan valid untuk pengukuran kemampuan peserta tes. Pertama harus dibuat kisi-kisi tes yang berbentuk tabel berisi jenis materi yang akan diteskan, tujuan tes, level soal dan bentuk tes. Terdapat 6 (enam) level soal ditinjau dari tujuan pembelajarannya (1) soal yang bertujuan untuk mengukur kemampuan dalam mengingat dan mengenali materi, (2) soal bertujuan mengukur kemampuan dalam menafsirkan, memberi contoh dan menjelaskan sesuatu, (3) soal bertujuan untuk menguji kemampuan dalam penerapan atau pengimplementasian materi, (4) soal bertujuan menguji kemampuan dalam menganalisa, membedakan dan mengorganisasikan sesuatu, (5) soal yang bertujuan menguji kemampuan mengevaluasi sesuatu, (6) soal yang bertujuan menguji kemampuan dalam menciptakan sesuatu.

“Untuk soal multiple choice atau pihan ganda hanya bisa mengukur kemampuan sampai level 4. Tapi kelebihan soal pilihan ganda bisa mencakup banyak materi dan penskoran lebih mudah.” Ungkap Eddy.

Tahap selanjutnya soal dibuat berdasarkan kisi-kisi, kemudian soal harus ditelaah, diujicobakan dan kemudian direvisi jika perlu dilakukan perbaikan, barulah dapat kemudian diberikan kepada peserta tes. Pada kesempatan tersebut Eddy juga memberikan beberapa tips terkait pembuatan instrument penilaian. Disampaikan bahwa untuk tingkat universitas yang tujuan pembelajarannya agar mahasiswa mampu minimal dapat melakukan analisa terhadap suatu hal, maka soal pada instumen penilaian sebaiknya memiliki proporsi pertanyaan level 4 terbanyak. Misalkan 60% dari total jumlah soal. Selain itu soal untuk tes kemampuan sebaiknya tidak menggunakan kalimat negatif seperti kecuali dan melainkan. Untuk soal pilihan ganda juga sebaiknya diterapkan sistem penalti dimana jawaban benar dapat menambah poin, salah dapat mengurangi poin dan soal tanpa jawaban memiliki poin 0. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kemungkinan mahasiswa memilih jawaban dengan cara menebak.

“Dengan sistem penalti ini peserta tes akan lebih berhati-hati dalam mengerjakan soal tidak asal tebak, kadang hitung kancing dan lain sebagainya. Kalau banyak peserta tes yang memilih jawaban dengan hanya menebak maka hasil pembelajaran juga akan susah dievaluasi,” ungkapnya.

Segala materi dan tips yang didapat dari lokakarya tersebut disampaikan oleh Herman akan diterapkan di jurusan Sistem Informasi. Sehingga pada hari kedua lokakarya dilakukan pembahasan poin-poin yang akan mulai diterapkan dalam evaluasi pembelajaran.

“Selama ini kita membuat soal kalau akan mulai waktu ujian saja, sepeti mau UAS atau UTS. Sekarang ssitemnya akan mulai kita ubah bertahap. Akan dibuat sistem dimana dosen akan mulai membuat soal setiap satu atau dua bab pembelajaran selesai. Kemudian soal itu akan dimasukkan dalam bank soal. Pembuatan soal juga akan mulai menerapkan penggunaan kisi-kisi sebagai acuan,” jelas Herman. [dna]