Dekan FILKOM UB: Kecerdasan Buatan dalam Pendidikan Tinggi, Menyongsong Transformasi Budaya Akademik

Dekan Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya (FILKOM UB), Ir. Tri Astoto Kurniawan, S.T., M.T., Ph.D., IPM., menjadi narasumber pada Seminar Nasional, Badan Kerja Sama Dekan Fakultas Hukum Perguruan Tinggi Negeri (BKSD FH PTN) Se-Indonesia 2025, dengan tema Aspek AI dalam Kurikulum Ilmu Hukum. Kegiatan dilaksanakan di Fakultas Hukum (FH) UB, bertempat di Hall Rudi Margono dan terlaksana selama dua hari (02/09-04/09/2025).
Dengan presentasi berjudul: Peluang dan Tantangan Penggunaan Kecerdasan Buatan (AI) dalam Pendidikan Tinggi, beliau menjelaskan perkembangan teknologi AI telah membawa perubahan signifikan dalam berbagai sektor, termasuk pendidikan tinggi. AI menawarkan peluang besar untuk meningkatkan efisiensi, memperluas akses, dan mempersonalisasi proses pembelajaran.
“Perguruan tinggi dituntut untuk beradaptasi dengan cepat agar tidak tertinggal dalam era digital yang semakin kompetitif. Di Indonesia, penerapan AI dalam pendidikan tinggi perlu berpijak pada regulasi yang kuat, seperti UU Pendidikan Tinggi, UU Perlindungan Data Pribadi, Perpres Satu Data Indonesia, Permendiktisaintek Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi, dan Rencana Induk Riset Nasional. Beragam regulasi ini menjadi fondasi penting dalam menjaga integritas akademik, perlindungan data, dan arah pengembangan akademik berbasis teknologi,” jelas beliau.
AI juga merupakan teknologi disruptif yang mengubah cara belajar secara mendasar. AI menghadirkan tutor virtual, pembelajaran adaptif, dan personalisasi materi. Di sisi administratif, AI mampu melakukan penilaian otomatis, deteksi plagiarisme, serta menjawab pertanyaan mahasiswa melalui chatbot. Dalam riset, AI mempercepat analisis data dan membantu penyusunan karya ilmiah. AI telah dimanfaatkan dalam berbagai aspek kampus, mulai dari pembelajaran berbasis chatbot dan tutor virtual, hingga analisis data akademik untuk mendeteksi risiko Drop Out (DO). Selain itu, AI juga mendukung riset dengan kemampuan analisis literatur otomatis dan prediksi tren ilmiah, serta membantu mahasiswa disabilitas melalui teknologi bantu.

“Meski menjanjikan, adopsi AI juga menghadirkan tantangan seperti risiko plagiarisme, bias algoritmik, dan kesenjangan infrastruktur antar perguruan tinggi. Oleh karena itu, strategi implementasi harus mencakup penguatan kebijakan internal, integrasi kurikulum, peningkatan kapasitas SDM, dan kolaborasi dengan industri teknologi,” tambah beliau.
Dalam penutup presentasi, beliau menambahkan, dengan pendekatan yang bijak dan kolaboratif, AI dapat menjadi katalisator transformasi pendidikan tinggi menuju mutu lulusan yang unggul, inklusif, dan berdaya saing global. Perguruan tinggi tidak hanya perlu menjadi pengguna teknologi, tetapi juga pelopor etika dan inovasi dalam era kecerdasan buatan.