FGD FILKOM, FIB dan Pengusaha dalam Penerapan AI Generatif untuk Desain Batik
Bertempat di Swiss Belinn, Malang, pada Jumat (11/10/2024) diadakan Sinergi Inovatif Akademisi, Peneliti, dan Pengusaha dalam Penerapan AI Generatif untuk Desain Batik. Focus Group Discussion (FGD) yang dihadiri oleh tim dosen dan mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya (FILKOM UB), Fakultas Ilmu Budaya (FIB UB) dan perwakilan dari pelaku pasar dan pengusaha di kota Malang. FILKOM UB yang diwakili oleh Dr. Eng. Novanto Yudistira, S. Kom., M. Sc., selaku ketua peneliti dengan anggota Dr. Candra Dewi, S.Kom., M. Sc., dan Dr. Eng. Irawati Nurmala Sari, S. Kom., M. Sc. FIB diwakili oleh Dyaningrum Pradhikta, S. Sn., M. Ds., dan Fatmawati, S. Sn., M. Ds. Sedangkan dari perwakilan pengusaha, hadir Anjani Sekar Arum, Founder Anjani Batik Gallery dan M. Dedi Rudianto, Founder Maxchat dan Wa Grab. Perwakilan dari mahasiswa FILKOM adalah, Rahmatullah Dffa Izzudin Wahid, Muh. Zaqi Ikhwanul Kiram, Belgis Berliana Putri dan Muhammad Rifqi Fauzi. Perwakilan dari mahasiswa FIB adalah, Kayla Rachma Novalia dan Alda Fuadiyah.
Dalam sambutan pembukanya, Novanto menyampaikan, bahwa sejak tahun 2022, bersama tim telah melakukan penelitian AI generatif untuk desain batik dan berhasil mengumpulkan puluhan ribu data untuk terkait motif-motif baru. Dalam perkembangannya kecederungannya motif motif batik memang campuran dari yang existing, hasil-hasil dari generate ini tinggal diterjemahkan ke dalam bentuk-bentuk yang diinginkan sesuai dengan promptnya. (https://labkc.ub.ac.id/gen-batik/)
“Tujuan dari FGD ini adalah melakukan diskusi bersama dengan pengusaha atau pelaku pasar, bagaimana potensinya ke depan. Apakah ada proses bisnis yang berpotensi untuk di aplikasikan hingga sampai ke customer, karena salah satu luaran dari penelitian ini selain publikasi, UB juga menghendaki kerja sama dengan Industri di luar,” jelas Novanto.
Pada pemaparan materi pertama, Anjani mengatakan bahwa jika ingin bertahan dengan usaha yang dimiliki dan tidak ingin tertinggal dalam persaingan, maka melek dengan teknologi adalah hal yang wajib. Karena jika ia mengabaikan dan tidak beradaptasi dengan munculnya teknologi seperti AI, bisa jadi usahanya gulung tikar.
“Dalam setahun omset kita turun sebanyak 80%, padahal setiap bulan kita masih punya karyawan, dan setiap bulan operasional juga besar, tapi pemasukan tidak ada. Kami harus berpikir keras langkah apa yang dapat kami lakukan agar kami survive. Kami mendukung FGD ini, karena ini langkah yang tepat bagi kami dapat melakukan diskusi dengan perguruan tinggi,” kata Anjani.
Saat ini Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) banyak yang protes dengan diciptakannya alat mesin batik tulis, kenapa? Karena mesin ini sudah bisa membuat batik tulis tanpa mencanting. Ciri khas batik tulis itu ada di cantingnya, jika menginginkan kuallitas terbaik maka proses canting dapat dilakukan hingga tiga kali. Dengan adanya mesin batik tulis ini maka UMKM akan mengalami proses perputaran bisnis yang sulit.
Pada pemaparan materi kedua, Dedi menyampaikan industri batik di tahun 2022 menunjukkan beberapa pencapaian penting. Nilai ekspor batik Indonesia mencapai USD 25,31 juta atau sekitar Rp 392,74 miliar, dengan volume ekspor mencapai 987,71 ribu kilogram. Pelestarian batik melalui UMKM juga merupakan langkah strategis untuk menjaga dan mengembangkan warisan budaya Indonesia, walaupun gempuran fashion dari Tiongkok ke Indonesia harus diperhatikan, karena dalam beberapa tahun terakhir, produk-produk pakaian dan tekstil dari Tiongkok membanjiri pasar Indonesia, sering kali dengan harga yang jauh lebih rendah dibandingkan produk lokal. Hal ini membuat banyak produsen lokal, baik skala mikro maupun besar, kehilangan pangsa pasar. (rr)