Widhy Hayuhardhika: Ancaman Serangan Siber di Era Digital

Widhy Hayuhardhika: Ancaman Serangan Siber di Era Digital

Widhy Hayuhardhika Nugraha Putra, S.Kom., M.Kom. Ketua Program Studi Teknologi Informasi FILKOM UB menjadi salah satu narasumber dalam radio show yang diadakan oleh radio City Guide 911FM pada Senin (7/9/2020). Topik yang diangkat dalam pembahasan kali itu adalah “Waspada Ancaman Serangan Siber di Era Digital). Selain Widhy ada satu narasumber lain yang juga berpartisipasi dalam radio show tersebut yaitu J.A. Bayu Widjaya, S.Sos., M.Si. selaku Kepala Bidang Statistik dan Persandian Diskominfo Kota Malang.

Pada kesempatan itu beberapa hal yang dibahas Widhy meliputi kondisi serangan siber di Indonesia, pengertian ransomware, bagaimana peretasan data bisa terjadi dan cara meminimalisir potensi peretasan data digital. Widhy menjelaskan bahwa saat ini serangan siber sudah memasuki era artificial intelligence (AI)/ kecerdasan buatan, sehingga mempercanggih metode hacking di berbagai platform. Dari data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) pada Januari hingga April 2020, tercatat serangan siber di Indonesia sudah mencapai angka 80 juta serangan. Jumlah ini diprediksi meningkat seiring adanya pandemic covid-19, dimana semakin banyak penyebaran malware menggunakan media informasi.

Dijelaskan Widhy, serangan siber ada banyak jenisnya. Salahsatunya berupa ransomware, yaitu aplikasi yang jika terinject pada perangkat digital dapat mengunci data pemiliknya. Biasanya untuk dapat membuka kembali data dan filenya, peretas/hacker akan meminta tebusan pada pemilik data. Jika file atau datanya sensitive, bisa juga hacker melakukan ancaman akan menyebarluaskannya.

Perlu diingat bahwa serangan siber ada yang dilakukan secara langsung, tapi banyak juga yang dilakukan secara tidak langsung. Serangan tidak langsung bisa terjadi saat korban mengakses web atau email fishing dan membuka tautan yang mengandung malware atau ransomware. Perangkat yang sudah terjangkit ini bisa menjadi pintu masuk hacker untuk membaca bagaimana perilaku korban dalam menggunakan media sosial atau aplikasi lainnya, bahkan bisa menangkap username dan password yang dimasukkan ke perangkat tersebut.

Untuk itu ada beberapa hal yang bisa dilakukan baik pemerintah maupun masyarakat sebagai individu dalam upaya mengurangi potensi terjadinya peretasan data digital. Dari pihak pemerintah tentunya dengan membuat peraturan yang bisa melindungi para pengguna sarana digital. Kemudian dengan membuat kanal resmi informasi, sehingga bisa menjadi rujukan utama bagi masyarakat agar tidak mudah percaya pada informasi yang disebarkan pihak-pihak tidak bertanggungjwab. Serta memberikan edukasi kepada masyarakat tentang cara bijak menggunakan sosial media atau internet dan bagaimana mengenali laman resmi milik pemerintah.

Sementara itu sebagai individu, masyarakat juga bisa melakukan beberapa tindakan pencegahan, antara lain dengan bijak memilih aplikasi untuk diinstal di perangkat digital, tidak mudah percaya dengan informasi yang disebar baik melalui email maupun jejaring sosial atau aplikasi pesan digital, serta memisahkan penggunaan perangkat untuk keperluan hiburan dan bisnis. Selain itu Widhy juga menyarankan agar masyarakat memasang antivirus terpercaya di perangkat digitalnya dan rajin melakukan update atas antivirus tersebut.

“Tidak kalah penting, tentunya kita juga harus mengikuti panduan dari penyedia media sosial. Contohnya mengganti password secara berkala. Mungkin 3 bulan sekali. Atau jika rentan, seperti akun bisnis perlu diganti sebulan sekali. Kemudian gunakan password yang tidak mudah, agar sulit ditebak. Jangan menggunakan tanggal lahir karena akan sangat mudah ditebak. Kemudian jika memiliki dua akun, misalkan akun bisnis dan pribadi jangan menggunakan password yang sama. Intinya lakukan manajemen akun kita mulai dari diri sendiri. Kelihatannya ini hal sepele tapi bisa mengurangi potensi terjadinya penyalahgunaan akun kita oleh orang lain,” jelas Widhy. [dna]