Maos App, Alat Deteksi Dini Penyakit Skizofrenia Terima Empat Penghargaan Internasional
Tim gabungan mahasiswa baru angkatan 2019 dari Fakultas MIPA dan Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya (FILKOM UB) kembali menorehkan prestasi di tingkat internasional. Kali ini prestasi datang dari ajang International Exhibition for Young Inventor (IEYI) yang diselenggarakan oleh Japan Institute of Invention and Innovation (23-27/10/2019). Tim gabungan tersebut beranggotakan Rizka Fajriana Putri Ramadhani (Biologi/2019), Nadia Riqqah Nurlayla (Biologi/2019), dan Rahmah Nur Diana (Teknik Informatika/2019). Adapun empat penghargaan yang berhasil mereka raih dalam acara yang diselenggarakan di Indonesia Convention Exhibition, Tangerang, Indonesia tersebut meliputi silver medal, special award dari China, special award dari Phillipines dan special award dari Macao.
Dalam ajang tersebut tim ini mengusung karya berjudul “Maos App: A Novel Application Using Mathematic Fractal Analysis for Schizophrenia Early Detection on Fingerprint Pattern”. Maos App adalah sebuah alat pendeteksi dini penyakit skizofrenia melalui sidik jari dengan menggunakan matematika fraktal. Ide dari Maos App ini berangkat dari keprihatinan atas sulitnya melakukan deteksi skizofrenia secara dini dengan murah, cepat dan tepat.
Dalam membuat aplikasi ini, Rizka dan rekan-rekannya bekerjasama dengan salah satu Rumah Sakit yang ada di Malang untuk mengambil sampel dari 1.000 orang secara acak. Pengambilan sampel ini tujuannya untuk mengidentifikasi adanya keterkaitan antara sidik jari dengan penyakit skizofrenia. Dari hasil penelitian atas sampel tersebut didapatkan hasil bahwa sidik jari antara penderita skizofrenia dan yang bukan terdapat perbedaan. Perbedaan tersebut terhitung sangat signifikan, hingga mencapai 95-99 persen.
“Kami menggunakan matematika fraktal dalam mendeteksi sidik jari penderita skizofrenia. Karena fraktal sendiri dapat mendeteksi ketidaksamaan pola sidik jari melalui rumus box-counting. Prinsip dari rumus fraktal box-counting adalah menghitung jumlah box yang menutupi objek sidik jari kemudian dilakukan serangkaian iterasi menggunakan rumus yang sama dengan memberi ukuran box yang berbeda-beda. Sehingga dari serangkaian deteksi sidik jari kami mendapatkan nilai akurasi diatas 80 %,” kata Rizka.
Setelah melakukan deteksi sidik jari, algoritma tersebut diaplikasikan dalam bentuk aplikasi mobile. Aplikasi mobile ini diintegrasikan dengan fingerprint scanner sehingga proses deteksi sidik jari skizofrenia menjadi lebih cepat dan mudah.
“Melalui aplikasi ini, pengguna aplikasi dapat mengetahui apakah pengguna memiliki gejala skizofrenia atau normal. Aplikasi ini juga memiliki fitur untuk memberikan rekomendasi ketika pengguna terdeteksi mengalami skizofrenia,” ujar mahasiswi baru itu.
Rizka mengaku tidak menyangka timnya bisa mendapatkan empat penghargaan sekaligus. Kedepan mereka berharap Maos App bisa dikomersialisasikan di Indonesia agar manfaatnya dapat dirasakan bersama.
Untuk diketahui IEYI telah diadakan sejak 2004 sebagai hasil dari pertemuan Forum Internasional Kekayaan Intelektual (IFIP) di Tokyo, Jepang pada November 2003. Pertemuan tersebut diprakarsai oleh Institut Penemuan dan Inovasi Jepang (JIII) dengan melibatkan negara-negara dari Asia dan Afrika. Salah satu hasil pertemuan itu adalah kesepakatan untuk menyelenggarakan Pameran Internasional bagi Penemu Muda atau IEYI sebagai bentuk dukungan bagi generasi muda dalam sains dan teknologi. Kompetisi internasional ini diikuti 11 negara, yakni Indonesia, Jepang, Macau, Malaysia, Philipina, Rusia, Singapura, Taiwan, Thailand, Tiongkok, dan Vietnam. Tahun ini bahkan terdapat lebih dari 4.000 proposal inovasi teknologi yang masuk dan terpilih 300 invovasi yang dipamerkan dan dihadiri pengunjung, mulai dari peneliti, kalangan akademisi, instansi pemerintahan terkait, hingga investor. [rahmah/dna]