Semarak Ramadhan 2018: Kajian Teknologi dan Islam

Semarak Ramadhan 2018: Kajian Teknologi dan Islam

Pada tanggal 17 Mei 2018 yaitu Ramadhan hari ke-2 FILKOM menggelar acara Kajian Teknologi dan Islam dengan narasumber Prof. Dr-Ing Fahmi Amhar. Sebagai pembicara, Prof Fahmi mempunyai daya tarik tersendiri karena selain keahliannya dalam bidang keilmuan sistem Informasi spasial, beliau juga seorang penulis buku bertajuk “30 Jurus Mengubah Nasib” yang mengandung nilai-nilai keislaman. Acara ini dihadiri oleh dosen, tenaga kependidikan, maupun mahasiswa dan mahasiswi di lingkungan FILKOM UB.

Pada dasarnya Islam dan pengetahuan teknologi merupakan dua hal yang saling berkaitan satu sama lain. Jika tanpa pengetahuan, maka yang bekerja adalah indera manusia. Ibaratnya jika dianalogikan seperti komputer, maksud dari tanpa pengetahuan itu seperti Operating System (OS), belum terinstall beberapa aplikasi sesuai dengan kebutuhan. Pengetahuan tingkat 1 menghasilkan pemikiran yang bersifat ilmiah, dan pengetahuan tingkat 2 menghasilkan pemikiran yang inovatif. Dari pemikiran yang inovatif lahirlah pengetahuan tingkat 3 yang menghasilkan teknologi.

Untuk menghasilkan teknologi yang bermanfaat, maka ilmu dan iman harus berjalan beriringan. Dengan iman yang teguh akan menciptakan aqidah di dalam hati. Aqidah yang didasari dengan istinbat yaitu Al-Qur’an dan hadist menghasilkan sikap syari’ah yang dijalankan dengan kemantapan hati. Sikap syari’ah tersebut mampu mendorong manusia untuk menghasilkan hal-hal yang baik sehingga menghasilkan sebuah kemajuan. Fenomena sosial yang bisa diselidiki secara ilmiah dsebut sebagai sains ijtihad, baik itu ilmu politik maupun ilmu sosial.

Keterkaitan teknologi dengan sains ijtihad ini erat, namun jebakan paradigma keilmuan juga sebaiknya dapat dihindari. Beberaoa jebakan paradigma keilmuan tersebut diantaranya adalah:

  1. Sains sekuler yaitu keilmuan yang meniadakan Tuhan.
  2. Saintifikasi Islam yaitu perintah islam yang discience-kan.
  3. Islamisasi science yaitu sains yang sebenarnya sudah ada, namun ayat yang dicari-cari.
  4. Sains ta’wili yaitu tidak ada bukuti yang ilmiah terkait dengan sains tersebut. Contohnya adalah matahari mengelilingi bumi.

Dengan menghindari jebakan-jebakan keilmuan tersebut dapat membimbing kita untuk mengembangkan teknologi yang bermanfaat untuk ummat. Contoh beberapa teknologi yang bisa dikembangkan sebagai seorang muslim adalah membuat supporting aplikasi sholat kusyu’-bagaimana mendeteksi wajah jama’ah yang tertidur saat shalat, supporting orang yang berpuasa, supporting iftar yang termasuk halal food production, supporting  tadarus, supporting zakat, salah satunya bagaimana mendeteksi wajah orang yang tidak mampu, supporting arus mudik untuk menghindari kemacetan, dan masih banyak lagi supporting yang bisa dilakukan mahasiswa-mahasiswa FILKOM untuk mengembangkan teknologi semacam ini.

Meski banyak manfaat yang bisa diambil, teknologi juga dapat merugikan jika tidak didasari ilmu agama yang kuat. Contoh yang merugikan itu misalnya teknologi untuk menjajah dan teknologi untuk membuat bir. Tidak sepenuhnya teknologi dapat memenuhi kebutuhan manusia, contohnya jumlah food lost lebih banyak dibandingkan dengan orang yang kelaparan. Menurut FAO Hanger 2015 di dunia 925,000,000 orang kepalaran semenara 1,300,000,000 ton makanan terbuang sia-sia. Hal ini yang membuat teknologi belum tentu bisa memenuhi kebutuhan manusia.

Oleh karena itu, teknologi dan islam berjalan bersama-sama, karena islam tanpa teknologi akan terjajah. Namun, sains atau teknologi tanpa Islam juga akan menjajah. Akan tetapi, Islam yang memandu sains dan teknologi akan membebaskan manusia dari penjajahan. (yuita)