BKPK Kenalkan Hipnoterapi Pada Mahasiswa Peserta Konselor Sebaya

BKPK Kenalkan Hipnoterapi Pada Mahasiswa Peserta Konselor Sebaya

Badan Konseling dan Penempatan Kerja (BKPK) dalam upayanya melatih mahasiswa untuk dapat menjadi konselor sebaya, kembali menggelar pelatihan bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer/FILKOM (d/h PTIIK). Pada pelatihan konselor sebaya kali ini tim BKPK mengangkat tema “Mengenal Potensi Bawah Sadar Melalui Hipnoterapi” (27/2). Sempat disampaikan oleh Wiwin Lukitohadi, S.H., S.Psi., CHRM., selaku Ketua Unit BKPK bahwa konselor sebaya adalah tenaga konselor semi profesional yang nantinya dapat berperan sebagai konselor untuk memberi bantuan berupa dorongan psikologis pada mahasiswa lain atau teman sebayanya yang sedang mengalami masalah. Konselor sebaya dinilai penting keberadaannya mengingat tenaga konselor yang terdapat di FILKOM jumlahnya terbatas. Selain itu, kecenderungan bahwa seseorang akan merasa lebih nyaman mengungkapkan permasalahannya dengan rekan sebaya juga menjadi pertimbangan diadakannya pelatihan tersebut.

Dalam pelatihan kali ini BKPK lebih memfokuskan pada pengenalan hipnoterapi sebagai alat pemberdayaan diri mahasiswa. Ristika K. Nestiorini, S.P, CH., CH.t selaku staf BKPK sekaligus praktisi hipnoterapi hadir sebagai pemateri pada kesempatan tersebut. Diungkapkan oleh Ristika bahwa, penerapan hipnoterapi ini sebelum digunakan untuk membantu sesama dapat terlebih dahulu digunakan untuk pengembangan diri dan penyelesaian masalah pribadi. Disampaikan oleh Ristika bahwa untuk dapat melakukan self hipnosis ada lima hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu; kemampuan untuk menjaga ketenangan diri, memperkuat modalitas, affirmasi positif, re-framing dan anchoring.

Kemampuan untuk menjaga ketenangan diri dalam berbagai situasi sangatlah penting. Karena saat tidak tenang seseorang tidak dapat berpikir jernih dan mengambil keputusan dengan baik. Sementara mengenai penguatan modalitas, dijelaskan oleh Ristika bahwa pada dasarnya setiap orang memiliki kemampuan mempelajari sesuatu secara visual (penglihatan), auditory (pendengaran), Kinesthetic (pergerakan fisik maupun emosi).
“Pada setiap orang pasti ada salah satu kemampuan diantara ketiganya yang paling menonjol. Kemampuan itu yang perlu ditingkatkan untuk memperkuat modalitas diri dan meningkatkan kemampuan memahami berbagai hal,” ungkapnya.

Sedangkan yang dimaksud dengan affirmasi positif, adalah penggunaan kalimat-kalimat positif dalam memberikan semangat pada diri sendiri.
“Kita manusia pada alam bawah sadarnya cenderung tidak dapat mengenali kalimat negatif seperti jangan dan tidak. Jadi sebaiknya saat ingin memberi semangat pada diri sendiri atau orang lain, sebisa mungkin hindari kalimat negatif. Seperti jangan malas, sebaiknya ganti dengan harus rajin dan seterusnya,” jelas Ristika.

Re-framing sendiri memiliki makna melihat kembali segala sesuatu melalui sudut pandang yang berbeda. Misalkan Nilainya mahasiswa bersangkutan jelek. Jika semula berpikiran bahwa jeleknya nilai tersebut karena dosen yang pelit memberikan nilai, maka mahasiswa bersangkutan harus meninjau ulang dari sudut pandang yang berbeda. Barangkali nilai jelek tersebut dikarenakan usaha yang dikeluarkan belum maksimal. Hal ini akan memicu diri seseorang untuk berusaha meningkatkan kemampuan dirinya dan bukannya melimpahkan kesalahan kepada keadaan atau orang lain.

Poin terakhir yang perlu diperhatikan untuk penerapan hipnoterapi adalah anchoring, atau menuangkan state of mind seseorang dalam bentuk nyata yang dapat digunakan dimana saja dan kapan saja.
“Sebagai contoh, untuk melakukan anchoring ini kalian bisa terlebih dahulu mengingat moment menyenangkan saat pencapaian keberhasilan. Kemudian menuangkannya dalam gaya fisik misal menggenggamkan tangan. Di kemudian hari saat sedang mengalami masalah dan menggenggamkan tangan maka kalian akan bisa merasakan semangat yang sama saat moment menyenangkan yang sebelumnya sempat kalian alami,” ungkap Ristika. [dna]