Workshop KKNI dan SNPT untuk Perbaikan Standar Kompetensi Lulusan PTIIK UB

Workshop KKNI dan SNPT untuk Perbaikan Standar Kompetensi Lulusan PTIIK UB

Komitmen pemerintah Indonesia untuk ikut berpartisipasi dalam berbagai kesepakatan perdagangan bebas, seperti  ASEAN Free Trade Area (AFTA), Asean Economic Community (AEC), Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) dan World Trade Organization (WTO) mendorong setiap elemen masyarakat dari berbagai bidang di Indonesia harus mempersiapkan diri. Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Karena perdagangan bebas yang akan terjadi tidak hanya berlaku untuk mobilitas barang saja, tapi juga jasa dimana termasuk didalamnya adalah jasa tenaga kerja. Hal ini disampaikan oleh Dr. Megawati Santoso yang hadir sebagai pembicara pada kegiatan “Workshop KKNI dan SNPT untuk Perbaikan Standar Kompetensi Lulusan PTIIK UB” di Laboratorium Komputer Dasar Program Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer (PTIIK) Sabtu (17/5). Dr. Megawati Santoso adalah dosen FMIPA ITB yang juga berperan aktif dalam penyusunan konsep KKNI Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Seperti telah diketahui, pada 2015 mendatang AEC akan mulai diberlakukan untuk negara-negara asia tenggara yang tergabung dalam ASEAN. Dengan berlakunya AEC tersebut maka tidak hanya barang dari negara lain yang dapat bebas masuk ke Indonesia, tapi tenaga kerja dari luar negeri juga dapat mencari pekerjaan di Indonesia dengan lebih mudah. Jika SDM di Indonesia tidak memiliki bekal kompetensi yang cukup, maka bukan tidak mungkin orang Indonesia tidak akan dapat menjadi tuan di negaranya sendiri.

Untuk itu saat ini pemerintah Indonesia sedang mempersiapkan konsep Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) yang merupakan kerangka penjenjangan kualifikasi dan kompetensi tenaga kerja Indonesia. Mega mengungkapkan bahwa KKNI tersebut memiliki tiga fungsi penting yaitu; (1) Sebagai penentu target kompetensi yang dimiliki setiap luaran program pendidikan yang ada di Indonesia, (2) Sebagai bukti legal yang menunjukkan kompetensi SDM Indonesia yang akan sekolah atau bekerja di negara lain, sehingga dapat ditempatkan pada posisi yang sesuai, (3) Sebagai alat untuk dapat menyatakan tingkat kemampuan sesungguhnya dari seseorang.
“Jadi nanti ditargetkan pada KKNI untuk sarjana harus punya kompetensi apa saja yang membedakan dia dengan ahli madya dan lain sebagainya. Nantinya KKNI itu juga yang akan menjembatani perbedaan istilah atau penjenjangan antara Indonesia dengan negara Asean lainnya. Misalkan SDM sarjana kita akan bekerja di luar negeri maka dengan KKNI tersebut dapat memetakan tingkat sarjana kita setara dengan apa di negara tersebut,” jelas Mega.

Jika KKNI telah terbentuk dan disepakati bersama, maka kemudian akan digunakan sebagai acuan pembuatan standar pendidikan di Indonesia. Seperti untuk universitas, KKNI akan digunakan sebagai acuan untuk Standar Nasional Perguruan Tinggi (SNPT).

Mega berpesan pada civitas akademik PTIIK agar mulai saat ini mulai membekali mahasiswanya dengan baik, agar saat lulus memiliki kompetensi yang memadai untuk bersaing dengan SDM dari luar negeri. Selain itu menurut Mega legalitas atas kemampuan setiap lulusan juga diperlukan.
“Jadi untuk sertifikat harapannya tidak hanya lokal saja. Tapi diusahakan juga ada sertifikat kompetensi yang memang diakui secara internasional, seperti cisco atau lain sebagainya itu,” pesan Mega.

Setelah mendengarkan paparan dari Dr. Megawati, puluhan tenaga pengajar PTIIK yang hadir sebagai peserta diminta untuk melakukan evaluasi terkait capaian pembelajaran di PTIIK. Selain itu dosen yang hadir juga diminta untuk memberikan saran perbaikan penyusunan dan penerapan standar kompetensi lulusan PTIIK. [dna]