Peduli Sesama Lewat Pendidikan Seputar Gender Bagi Difabel

Peduli Sesama Lewat Pendidikan Seputar Gender Bagi Difabel

Wujud nyata kepedulian terhadap sesama telah ditunjukkan oleh lima mahasiswa Universitas Brawijaya, yaitu Rizky Ashar M. (PTIIK/2010), Siti Fauziyah (FIA/2011), Robby Tejamukti K. (FH/2011), Olaffiqihannaba Yoga W. (FISIP-Psikologi/2009), dan Rafidah Riahta S. (FISIP-Psikologi/2010).

Kelimanya membuat suatu proyek bertajuk “Pendidikan inklusif seputar gender, seksualitas dan kesehatan reproduksi untuk penyandang difabel sebagai upaya pembentukan counseling dan difability peer educator” atau disingkat PIGERO.

Menurut Rizky, proyek ini diangkat karena timnya melihat pendidikan seputar gender dan kesehatan reproduksi masih tabu untuk diperbincangkan di lingkungan disabilitas. Padahal kenyataannya para difabel adalah kaum yang rentan terkena HIV/AIDS dan IMS karena minimnnya pengetahuan seputar gender dan kesehatan reproduksi.
“Selama ini program pemerintah untuk memberikan informasi dan pelayanan seputar gender dan kesehatan reproduksi hanya berpusat kepada para non difabel saja. Padahal di Millennium Development Goals 2015 (MDGs) sudah dituliskan bahwa informasi ini juga termasuk untuk para difable,” ujar pria yang juga aktif sebagai relawan di Pusat Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD) UB ini.

Sebelum berencana untuk melakukan proyek ini, tim PIGERO telah terlebih dahulu melakukan assessment dan mendapat data dari PSLD UB, bahwa banyak para difable perempuan mengalami pelecehan seksual karena adanya stigma ganda masyarakat. Selain itu juga karena di beberapa SLB masih membatasi informasi yang diberikan kepada para difable.

Proyek PIGERO ini kemudian mulai dilaksanakan pada 27 Maret 2013 lalu dengan program awal pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka assessment kebutuhan para siswa/i SLB di Malang, dengan melibatkan beberapa murid dari SLB YPTB dan SLB YP2. Dalam kegiatan tersebut Rizky dan timnya juga mengukur pengetahuan  para siswa/i dalam penguasaan materi seputar gender dan kesehatan reproduksi.
“Selain melakukan FGD dengan para siswa/i kami juga mengundang perwakilan guru. Tujuannya agar dari adanya kegiatan FGD ini dapat terbentuk acuan bagi kita untuk membuat modul materi serta life spirit yang dibutuhkan para difabel,” jelasnya.

Selain itu, pada 18 April 2013 mendatang tim PIGERO juga berencana akan mengadakan mini campaign dan mini seminar yang disajikan dalam bentuk diskusi panel dengan fokus peserta adalah mahasiswa dan umum. Tujuannya adalah untuk membentuk kesadaran dan sensitivitas mahasiswa dalam pembahasan isu disabilitas.

Proyek PIGERO ini juga telah menjadi bahan proposal Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) 2012 mereka yang kemudian berhasil lolos dan didanai DIKTI pada pelaksanaannya di tahun 2013 ini. Meski demikian, pendanaan dari DIKTI itu bukanlah tujuan akhir Rizky dan kawan-kawan.

Bagi tim PIGERO kegiatan ini hanya merupakan langkah awal mereka untuk memperjuangkan hak kawan-kawannya para difabel. Pemantauan juga terus akan dilakukan dengan menggunakan teknologi dan sosial media. www.youthproject.org salah satu website yang masih dikembangkan tim PIGERO untuk digunakan sebagai media melakukan monitoring. Website ini nantinya akan dirancang tim PIGERO untuk dapat mendorong para difabel menulis seputar kegiatan peer educatornya (para siswa/i yang telah mendapat pendidikan dari tim PIGERO menyampaikannya juga pada kawan difabelnya yang lain). Dari situ diharapkan dapat terbentuk suatu ruang diskusi untuk para difabel maupun non difabel.
“Kedepannya kami ingin membahas tidak hanya masalah seputar gender dan kesehatan reproduksi saja. Tetapi juga isu lainnya seperti pendidikan, ketenagakerjaan serta fasilitas umum bagi para difabel,” pungkas Rizky. [dna]