Abstract
Fraud atau tindak kecurangan sering terjadi di dalam lingkungan lembaga dan terkadang sulit untuk di atasi. Corruption Perception Index (CPI) 2014 yang diterbitkan secara global oleh Transparency International menempatkan Indonesia sebagai negara dengan level korupsi yang tinggi [1]. Berdasarkan hasil survei dari Association of Certified Fraud Examiners diungkapkan bahwa Whistleblowing adalah suatu metode paling umum dalam mendeteksi kecurangan [2]. Maka dari itu untuk mengurangi tindak kecurangan di dalam lingkungan lembaga khusunya didalam Badan Pusat Statistik (BPS) perlu dibangun Whistleblowing System. Namun didalam pengembangan sistem terdapat permasalahan yang sering timbul, berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Beichter menyatakan bahwa 70% dari sistem error disebabkan karena system requirements kurang memadahi, dan 30% sisanya sistem error disebabkan karena masalah pada desain [3]. Untuk membangun system requirements yang jelas dan tidak ambigu maka perlu di lakukan prioritas dan klasifikasi sehingga dapat mengatasi permasalahan konflik ekspektasi diantara stakeholder. Untuk melakukan prioritas dan klasifikasi Rajagopal mengusulkan penggunaan metode Quality Function Deployment atau biasa disebut QFD [4]. Dari hasil analisa pada matrix House of Quality pada QFD didapatkan hasil tingkat bobot kepentingan dari tiap System Requirements sehingga kita dapat mengukur tingkat ketepatan rancangan kebutuhan terhadap kebutuhan permintaan dari customer.